Selasa, 31 Mei 2011

PT. FREEPORT INDONESIA

I. SEJARAH FREEPORT INDONESIA
PT. Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.. Perusahaan ini adalah pembayar pajak terbesar kepada Indonesia dan merupakan perusahaan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg. Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing tambang Erstberg (dari 1967) dan tambang Grasberg (sejak 1988), di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.
Freeport berkembang menjadi perusahaan dengan penghasilan 2,3 miliar dolar AS. Menurut Freeport, keberadaannya memberikan manfaat langsung dan tidak langsung kepada Indonesia sebesar 33 miliar dolar dari tahun 1992–2004. Angka ini hampir sama dengan 2 persen PDB Indonesia. Dengan harga emas mencapai nilai tertinggi dalam 25 tahun terakhir, yaitu 540 dolar per ons, Freeport diperkirakan akan mengisi kas pemerintah sebesar 1 miliar dolar.
Mining In¬terna¬tio¬nal, sebuah majalah per¬da¬¬ga¬ngan, menyebut tambang emas Free¬¬port sebagai yang ter¬be¬¬sar di du¬¬¬nia.
Freeport Indonesia sering dikabarkan telah melakukan penganiayaan terhadap para penduduk setempat. Selain itu, pada tahun 2003 Freeport Indonesia mengaku bahwa mereka telah membayar TNI untuk mengusir para penduduk setempat dari wilayah mereka. Menurut laporan New York Times pada Desember 2005, jumlah yang telah dibayarkan antara tahun 1998 dan 2004 mencapai hampir 20 juta dolar AS.
PT Freeport Indonesia (PT FI) – afiliasi dari Freeport-McMoran Copper & Gold Company (FCX) – adalah perusahaan penambangan dan eksplorasi yang menyadari tugas dan tanggung-jawabnya dalam pelestarian sumber daya alam dan pembangunan yang berkelanjutan, khususnya di Provinsi Papua. PT FI memulai kegiatan eksplorasi di Ertsberg pada Desember 1967.

Dahulu di tengah masyarakat ada mitologi menyangkut manusia sejati, yang berasal dari sebuah Ibu, yang menjadi setelah kematiannya berubah menjadi tanah yang membentang sepanjang daerah Amungsal (Tanah Amugme), daerah ini dianggap keramat oleh masyarakat setempat, sehingga secara adat tidak diizinkan untuk dimasuki.
Sejak tahun 1971, Freeport Indonesia, masuk ke daerah keramat ini, dan membuka tambang Erstberg. Sejak tahun 1971 itulah warga suku Amugme dipindahkan ke luar dari wilayah mereka ke wilayah kaki pegunungan.
Tambang Erstberg ini habis open-pit-nya pada 1989, dilanjutkan dengan penambangan pada wilayah Grasberg dengan izin produksi yang dikeluarkan Mentamben Ginandjar Kartasasmita pada 1996. Dalam izin ini, tercantum pada AMDAL produksi yang diizinkan adalah 300 ribu /ton/hari.
Konstruksi skala besar dimulai bulan Mei 1970, dilanjutkan dengan ekspor perdana konsentrat tembaga pada bulan Desember 1972. Dalam tahun 2005, PTFI telah menghasilkan dan menjual konsentrat yang mengandung 1,7 miliar pon tembaga dan 3,4 juta ons emas.
PT FI pun bekerjasama dengan instansi pemerintah, masyarakat setempat, maupun lbaga swadaya masyarakat yang bertanggung jawab, untuk meningkatkan kinerja lingkungannya.
PT FI juga telah menganut prinsip-prinsip Kerangka Kerja Pembangunan Berkelanjutan dari Dewan Internasional tentang Pertambangan dan Logam Sustainable Development Framework of the International Council in Mining and Metals (ICMM). Untuk mencapai komitmen ini, PT Freeport Indonesia akan:
•Mematuhi semua hal yang terkait dengan peraturan dan perundang-undangan lingkungan yang berlaku, komitmen-komitmen lingkungan yang secara sukarela diikuti, dan ketentuan Kebijakan Lingkungan FCX.
•Mengupayakan pencegahan pencemaran lingkungan.

•Mengupayakan perbaikan yang berkesinambungan dengan mengimplementasikan system manajemen yang menetapkan tujuan dan sasaran berdasarkan data yang absah dan berlandaskan ilmu pengetahuan yang tepatm dengan mengkaji ulang sasaran yang ditetapkan dalam Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) serta melalui audit internal maupun audit eksternal berkala.
•Memastikan bahwa pertimbangan lingkungan menjadi bagian integral pada setiap tahap perencanaan, perekayasaan, dan pengoperasian.
•Bekerja sama dengan masyarakat di sekitar wilayah kerja dengan prinsip saling menghormati dan mengembangkan kemitraan aktif.
•Memfasilitasi dan mendukung penggunaan kembali daur ulang dan pembuangan yang bertanggung jawab dari produk yang digunakan dalam operasional.
•Berkontribusi dalam konservasi keanekaragaman hayati dan pendekatan terintegrasi dalam rencana penggunaan lahan.


A. Program Pengelolaan Tailing
Tailing adalah sisa batu alam yang digiling halus hasil pengolahan bijih mineral. PT Freeport Indonesia menggunakan proses pengapungan (flotasi), yang merupakan pemisahan secara fisik mineral yang mengandung tembaga dan emas dari batuan bijih. Dalam proses tersebut tidak digunakan merkuri maupun sianida. Sebuah daerah aliran sungai mengangkut sedimen tersebut menuju sebuah areal pengendapan yang telah ditentukan di kawasan dataran rendah dan pantai, yang dinamakan Modified Deposition Area (Daerah Pengendapan Dimodifikasi), yaitu sebuah sistem yang direkayasa dan dikelola bagi pengendapan dan pengendalian tailing.
Sistem pengendapan tailing tersebut dilakukan sesuai rencana pengelolaan tailing yang komprehensif dari PT Freeport Indonesia, sebagaimana telah disetujui oleh Pemerintah Indonesia.
Sebagai bagian dari AMDAL yang selesai pada tahun 1997 dan telah disetujui pemerintah, disepakati bahwa tiga dari 12 opsi pengelolaan tailing, akan dikaji lebih lanjut. Sebuah Komite Pengkajian Tailing terdiri dari anggota Tim Dewan Peninjauan Penilaian Risiko Lingkungan, Dewan Penasihat Lingkungan PT Freeport Indonesia dan pimpinan PT Freeport Indonesia, dibentuk untuk mengkaji seluruh opsi tersebut. Setelah menyelesaikan 11 kajian rinci, termasuk analisis data penginderaan jarak jauh, evaluasi terhadap berbagai opsi pemipaan, kajian berbagai pertimbangan geoteknis, dampak banjir dan hidrologi, serta serangkaian analisis risiko, maka Komite Pengkajian Tailing menyimpulkan bahwa sistem pengelolaan yang diterapkan saat ini, yaitu mengalirkan tailing menuju daerah pengendapan, merupakan yang terbaik dari semua opsi yang ada. Audit-audit independen terhadap sistem pengelolaan lingkungan PT Freeport Indonesia menghasilkan kesimpulan yang sama.
PT Freeport Indonesia tetap melanjutkan kerjasama dengan berbagai pakar dari dalam dan luar negeri guna memastikan bahwa praktik pengelolaan tailing yang dilakukannya merupakan alternatif terbaik, dengan mempertimbangkan kondisi geoteknis, topografi, iklim, seismik dan curah hujan yang berlaku. Sistem pengendapan tailing tersebut melibatkan pembangunan struktur penahan beban lateral, atau tanggul, untuk membentuk areal bagi pengendapan tailing yang terkendali. Sistem tersebut senantiasa menjalani berbagai peningkatan, termasuk inspeksi, pemantauan dan proyek penahan tailing.
PT Freeport Indonesia telah melakukan penyelidikan dan mengimplementasikan berbagai teknik penahan khusus yang dirancang untuk menghalau aliran dan mendorong pengendapan dalam batas-batas daerah pengendapan tersebut. Rencana penahan tailing tersebut memecah daerah pengendapan menjadi tiga bagian berdasarkan elevasi, besaran butir sedimen, dan jenis aliran, serta merinci teknik-teknik tertentu yang akan diterapkan pada setiap bagian. Teknik-teknik penahan tailing antara lain termasuk: penggunaan penyaring hayati (bio-filter) (dengan penanaman rumput phragmites dan bakau), permeable groin, struktur pengalih aliran, dan berbagai aplikasi rekayasa lainnya. Sebuah kelompok teknik – terdiri dari pakar internasional maupun wakil dari Institut Teknologi Bandung dan PT Freeport Indonesia – telah dibentuk untuk mengembangkan dan menerapkan teknik-teknik penahan tailing yang paling efektif.
PT Freeport Indonesia juga telah menyerahkan sebuah Kajian Risiko Lingkungan rinci terhadap sistem pengelolaan tailing kepada Pemerintah Indonesia. Dalam kajian tersebut ditemukan bahwa dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh perluasan kegiatan PT FI konsisten dengan yang telah diantisipasi dalam dokumen AMDAL perusahaan yang selesai disusun tahun 1997 dan telah disetujui oleh Pemerintah Indonesia.
Berbagai kajian terhadap reklamasi tailing dan pembangunan lahan percontohan di atas kawasan tailing menunjukkan bahwa penghijauan/penanaman kembali lahan tailing dapat dengan mudah dilakukan dengan menggunakan tanaman asli maupun tanaman pertanian. Bahkan, kolonisasi alami terjadi dengan pesat. Apabila kegiatan pertambangan telah selesai, daerah pengendapan tersebut dapat direklamasikan dengan tanaman alami ataupun digunakan untuk tujuan pertanian, kehutanan atau budi daya air.
Pengambilan sampel secara luas terhadap mutu air dalam sistem pengelolaan tailing menunjukkan bahwa air pada sungai yang mengangkut tailing dari pabrik pengolahan PT FI di daerah dataran tinggi menuju daerah pengendapan di dataran rendah telah memenuhi baku mutu air bersih untuk logam terlarut sesuai peraturan Pemerintah Indonesia maupun USEPA (Lembaga Perlindungan Lingkungan AS). Data dari pengambilan sampel hayati tetap menunjukkan bahwa muara estuaria pada bagian hilir daerah pengendapan tailing adalah ekosistem yang masih berfungsi, berdasarkan jumlah spesies maupun jumlah spesimen organisme nektonik yang terkumpul, seperti ikan dan udang.
Kanal Alur Sungai Ajkwa
Mulai tahun 1998 dibangun sebuah tanggul baru di bagian timur tanggul barat yang sudah ada, yang menjadi perbatasan barat dari daerah pengendapan tailing di dataran rendah. Pembangunan tanggul baru tersebut membentuk sebuah saluran baru yang terletak di antara tanggul baru dan tanggul lama. Untuk memenuhi komitmen kepada Pemerintah Indonesia sesuai AMDAL tahun 1997, pada tahun 2005 PT FI menyelesaikan pekerjaan pengalihan Sungai Ajkwa ke saluran baru tersebut, yang lebih menyerupai aliran asli Sungai Ajkwa. Pengalihan aliran Ajkwa tersebut berjalan sesuai harapan dengan stabilisasi saluran yang cepat dan perkembangan pola berliku.
Ada beberapa keuntungan bagi lingkungan dengan mengalihkan sungai Ajkwa agar lebih mendekati aliran aslinya. Sungai Otomona membawa endapan tailing menuju daerah pengendapan. Di daerah aliran Sungai Ajkwa, yang bertemu dengan aliran Otomona di sisi utara daerah pengendapan, tidak terdapat kegiatan tambang. Sebelumnya aliran sungai ikut mengalirkan tailing melalui bagian daratan dari daerah pengendapan. Pengalihan Sungai Ajkwa menuju saluran di antara kedua tanggul tersebut mencegah terjadinya kontak dengan daerah pengendapan tailing sehingga dapat menambah aliran air tawar sepanjang perbatasan timur Timika yang sangat padat dengan penduduk. Hal tersebut juga mengurangi jumlah tailing yang mengalir keluar melalui daerah pengendapan menuju muara estuaria dan Laut Arafura, hingga 25%.
Pengalihan aliran Sungai Ajkwa ke saluran baru memungkinkan diselenggarakannya proyek-proyek percontohan reklamasi di daerah di antara kedua tanggul barat tersebut. Daerah tersebut pun sudah menjadi lokasi proyek penghijauan dan pertanian yang cukup berhasil, yang dimulai ketika tanggul sedang dalam tahap pembangunan.
B. Pengelolaan Overburden dan Air Asam Tambang
Overburden adalah batuan yang harus dikupas agar bijih yang ditambang dapat dijangkau dan diolah untuk diambil logamnya untuk keperluan komersial. PT FI menangani overburden melalui sebuah Rencana Pengelolaan Overburden komprehensif yang telah disetujui oleh Pemerintah Indonesia. Banyak logam terdapat di alam dalam bentuk mineral sulfida. Pada saat bijih ditambang dan overburden yang mengandung sulfida terpapar, maka reaksi air, oksigen dan bakteri alami berpotensi membentuk asam belerang. Air bersifat asam tersebut dapat melarutkan logam yang terkandung di dalam batuan overburden dan terbawa dalam sistem pembuangan air, dan apabila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Proses tersebut dikenal dengan nama air asam tambang.
PT FI melakukan pengelolaan dan pemantauan terhadap air asam tambang yang dihasilkan oleh kegiatannya. Berbagai audit independen yang dilakukan terhadap sistem pengelolaan lingkungan hidup PT FI mencapai kesimpulan bahwa program pengelolaan overburden PT FI “terpadu dengan baik” dan “konsisten dengan praktik-praktik internasional”. Sesuai rencana pengelolaan overburden yang telah disetujui oleh pemerintah, PT FI menempatkan overburden pada daerah-daerah terkelola di sekitar tambang terbuka Grasberg. Rencana PT FI untuk mengurangi dampak air asam tambang dilakukan dengan menampung dan mengolah air asam tambang yang ada, bersamaan upaya proses pencampuran dengan batu gamping dan penutupan daerah penempatan overburden dengan batu gamping guna mengelola pembentukan air asam tambang di masa datang.
C. Pengelolaan dan Daur Ulang Limbah
Program-program pengelolaan lingkungan PT FI mencakup seluruh aspek kegiatannya, bukan saja yang berhubungan dengan pertambangan. PT FI memiliki sistem pengelolaan limbah yang komprehensif yang menerapkan prinsip-prinsip pemanfaatan ulang, pendauran ulang, dan pengurangan. Program-program minimalisasi limbah yang dilaksanakan mencakup pengurangan dan penukaran dengan produk-produk yang ramah lingkungan. Wadah bekas, minyak bekas, kertas bekas, dan ban bekas semuanya dipakai ulang secara lokal dengan cara yang ramah lingkungan. Bahan lain yang dapat didaur ulang seperti aluminium, besi tua, dan baterai bekas dikumpulkan dan disimpan di tempat penyimpanan sementara untuk selanjutnya didaur ulang atau dibuang sesuai ketentuan Pemerintah Indonesia.
Limbah padat lainnya yang dihasilkan PT FI ditempatkan pada tiga lokasi yang diperuntukkan secara khusus, termasuk TPA untuk limbah tak bergerak, dan TPA untuk limbah biodegradable, yang diberi lapisan dalam dan dilengkapi sistem pengumpulan dan pengolahan lindi. PT FI telah mengimplementasikan ketentuan pemerintah yang terbaru tentang limbah cair domestik yang berdampak pada ke sepuluh instalasi pengolahan limbah milik PT FI. Mutu limbah cair dari seluruh instalasi pengolahan limbah cair dipantau secara berkala untuk parameter pH (kadar alkali), BOD (biological oxygen demand), TSS (total suspended solids/total padatan tersuspensi) serta minyak dan lemak sesuai baku mutu.
Limbah, termasuk limbah berbahaya (B3) dalam jumlah kecil, dipilah-pilah pada titik pengumpulan asal. Pengumpulan, pengemasan, dan penyimpanan limbah B3 yang dihasilkan dari pekerjaan uji coba terhadap sampel bijih, laboratorium analitis, dan proses-proses lainnya dikelola dengan menaati ketentuan Pemerintah Indonesia. Limbah B3 dipilah dan disimpan di gudang-gudang khusus hingga pada saatnya dikirim ke instalasi pembuangan limbah berbahaya lainnya di Indonesia yang telah disetujui. Limbah medis dipilah dari limbah lainnya dan ditempatkan di dalam wadah khusus untuk pemusnahan akhir pada instalasi insinerator limbah medis bersuhu tinggi yang sudah ada izinnya dan berada di lokasi.
D. Resiko yang ada di PT.Freeport Indonesia
Menurut karyawan dan bekas karyawan Freeport, selama bertahun-tahun James R Moffett, seorang ahli geologi kelahiran Louisiana, yang juga adalah pimpinan perusahaan ini, dengan tekun membina persahabatan dengan Presiden Soeharto, dan kroni-kroninya.
Ini dilakukannya untuk mengamankan usaha Freeport. Freeport membayar ongkos-ongkos mereka berlibur, bahkan biaya kuliah anak-anak mereka, termasuk membuat kesepakatan-kesepakatan yang memberikan manfaat bagi kedua belah pihak.
Surat-surat dan dokumen-dokumen lain yang diberikan kepada New York Times oleh para pejabat pemerintah menunjukkan, Kementerian Lingkungan Hidup telah berkali-kali memperingatkan perusahaan ini sejak tahun 1997, Freeport melanggar peraturan perundang-undangan tentang lingkungan hidup. Menurut perhitungan Freeport sendiri, penambangan mereka dapat menghasilkan limbah/bahan buangan sebesar kira-kira miliar ton (lebih dari dua kali bahan-bahan bumi yang digali untuk membuat Terusan Panama). Kebanyakan dari limbah itu dibuang di pegunungan di sekitar lokasi pertambangan, atau ke system sungai-sungai yang mengalir turun ke dataran rendah basah, yang dekat dengan Taman Nasional Lorentz, sebuah hutan hujan tropis yang telah diberikan status khusus oleh PBB.
Sebuah studi bernilai jutaan dolar tahun 2002 yang dilakukan Parametrix, perusahaan konsultan Amerika, dibayar oleh Freeport dan Rio Tinto, mitra bisnisnya, yang hasilnya tidak pernah diumumkan mencatat, bagian hulu sungai dan daerah dataran rendah basah yang dibanjiri dengan limbah tambang itu sekarang tidak cocok untuk kehidupan makhluk hidup akuatik. Laporan itu diserahkan ke New York Times oleh Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. New York Times berkali-kali meminta izin kepada Freeport dan pemerintah Indonesia untuk mengunjungi tambang dan daerah di sekitarnya karena untuk itu diperlukan izin khusus bagi wartawan. Semua permintaan itu ditolak. Freeport hanya memberikan respon secara tertulis. Sebuah surat yang ditandatangani oleh Stanley S Arkin, penasihat hokum perusahaan ini menyatakan, Grasberg adalah tambang tembaga, dengan emas sebagai produk sampingan, dan bahwa banyak wartawan telah mengunjungi pertambangan itu sebelum pemerintah Indonesia memperketat aturan pada tahun 1990-an.

Menyadap email
Menurut seorang pejabat dan dua bekas pejabat perusahaan yang terlibat dalam mengembangkan suatu program rahasia, Freeport selama ini menyadap e-mail para aktivis lingkungan yang melawan perusahaan ini untuk memata-matai apa yang mereka lakukan. Freeport menolak mengomentari hal ini. Freeport bergandengan tangan dengan perwira-perwira intelijen TNI, mulai menyadap korespondensi e-mail dan percakapan telepon lawan-lawan aktivis lingkungannya. Hal ini dikatakan oleh seorang karyawan Freeport yang terlibat dalam kegiatan ini dan bertugas membaca e-mail-e-mail tersebut. Menurut bekas karyawan dan karyawan Freeport, perusahaan ini juga membuat sistemnya sendiri untuk mencuri berita-berita melalui e-mail. Caranya adalah dengan membentuk sebuah kelompok pecinta lingkungan gadungan, yang meminta mereka yang berminat untuk mendaftar secara online dengan menggunakan kode rahasia (password) tertentu.

Hubungan Freeport dan TNI
Selama bertahun-tahun, Free¬port memiliki unit pengaman¬an¬nya sendiri, sementara militer In¬donesia meme¬rangi perlawanan se¬paratis yang lemah dan rendah ge¬rakannya. Ke¬mudian kebutuhan keamanan ini mulai saling terkait. Tidak ada investigasi yang me¬nemukan keterkaitan Freeport se¬ca¬ra langsung dengan pe¬lang¬ga¬ran HAM, tetapi semakin banyak orang-orang. Papua yang meng¬hu¬¬bungkan Freeport dengan tin¬dak kekerasan yang dila¬kukan oleh TNI, dan pada sejumlah kasus keke¬ra¬san itu dilakukan dengan meng¬gu¬¬na¬kan fa¬si¬litas Freeport.

Uang Keamanan
Dokumen-dokumen Freeport menunjukkan, dari tahun 1998 sampai 2004 Freeport memberikan hampir 20 juta dolar kepada para jenderal, kolonel, mayor dan kapten militer dan polisi, dan unit-unit militer. Komandankomandan secara perorangan menerima puluhan ribu dolar, bahkan dalam satu kasus sampai mencapai 150.000 dolar, sebagaimana tertera dalam dokumen itu. Dokumen-dokumen itu diberikan kepada New York Times oleh seseorang yang dekat dengan Freeport, dan menurut bekas karyawan maupun karyawan Freeport sendiri, dokumen-dokumen itu asli alias otentik. Dalam respon tertulisnya kepada New York Times, Freeport menyatakan bahwa perusahaan itu telah mengambil langkah-langkah yang perlu sesuai dengan undang-undang Amerika Serikat dan Indonesia untuk memberikan lingkungan kerja yang aman bagi lebih dari 18.000 karyawannya maupun karyawan perusahaan-perusahaan kontraktornya. Freeport juga mengatakan tidak punya alternatif lain kecuali tergantung sepenuhnya kepada militer dan polisi Indonesia dan keputusan-keputusan yang diambil dalam kaitannya dengan hubungan dengan pemerintah Indonesia dan lembaga-lembaga keamanannya, adalah kegiatan bisnis biasa.
Menurut bekas karyawan dan karyawan Freeport, ketika itu perusahaan ini sudah merekrut seorang bekas agen lapangan CIA, dan atas rekomendasinya, perusahaan kemudian mendekati seorang atase militer di Kedubes Amerika Serikat di Jakarta dan memintanya untuk bergabung. Menurut dokumen perusahaan, Freeport membayar paling sedikit 20 juta dolar (sekitar Rp 184 miliar) kepada militer dan polisi di Papua dari tahun 1998 sampai bulan Mei 2004. Kemudian ada juga tambahan 10 juta dolar (sekitar Rp 92 miliar) yang juga dibayarkan kepada militer dan polisi pada jangka waktu itu sehingga totalnya sekitar Rp 276 miliar.
Menurut perusahaan, semua pengeluaran yang dilakukannya itu harus melalui proses pemeriksaan anggaran. Catatan yang diterima New York Times menunjukkan adanya pembayaran kepada perwira-perwira militer secara perseorangan yang didaftarkan di bawah topik-topik seperti biaya makanan, jasa administrasi dan tambahan bulanan. Para komandan yang menerima dana tersebut tidak diharuskan menandatangani tanda terima.
Pendeta Lowry, yang pensiun dari Freeport pada bulan Maret 2004 tetapi tetap menjadi konsultan sampai bulan Juni, mengatakan, sebetulnya tidak ada alasan yang cukup bagi Freeport untuk memberikan dana secara langsung kepada para perwira militer itu. Catatan perusahaan menunjukkan, penerima terbesar adalah komandan pasukan di daerah Freeport, Letnan Kolonel Togap F. Gultom. Selama enam bulan tahun 2001, ia diberikan hanya kurang sedikit dari 100.000 dolar untuk biaya makanan, dan lebih dari 150.000 dolar di tahun berikutnya. Di tahun 2002, Freeport juga memberikan uang kepada paling tidak 10 komandan lainnya mencapai lebih dari 350.000 dolar untu biaya makan.

Menurut para bekas karyawan dan karyawan Freeport, pembayaran-pembayaran tersebut dilakukan kepada para perwira itu, kepada istri-istri dan anak-anak mereka, secara perorangan. Pada bulan April 2002, Freeport membayar perwira senior militer di Papua, Mayor Jenderal Mahidin Simbolon, lebih dari 64.000 dolar untuk yang disebut dalam buku keuangan Freeport sebagai "dana untuk rencana proyek militer tahun 2002".
Delapan bulan kemudian, di bulan Desember, Jenderal Simbolon menerima lebih dari 67.000 dolar untuk proyek aksi sipil kemanusiaan. Pembayaran-pembayaran ini pertama kali dilaporkan Global Witness. Jenderal Simbolon, yang kini menjadi Inspektur Jenderal Angkatan Darat Indonesia, menolak permohonan untuk diwawancarai. Demikian menurut catatan yang tersedia dan seperti yang dituturkan oleh bekas karyawan dan karyawan perusahaan ini. Menurut catatan, perusahaan membayar unit-unit polisi di Papua sedikit di bawah angka 1 juta dolar di tahun 2003, didaftarkan di bawah topik-topik seperti "tambahan pembayaran bulanan," "biaya administrasi" dan "dukungan administratif." Freeport menyatakan kepada New York Times, di dalam menentukan jenis dukungan yang dapat diberikan, adalah merupakan kebijakan perusahaan untuk memperhitungkan kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM." Menurut catatan yang diterima oleh New York Times, pasukan paramiliter polisi, yaitu Brigade Mobil (Brimob), yang sering dikutip oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat karena kekejamannya, menerima lebih dari 200.000 dolar di tahun 2003.

Sumber
* Laporan investigatif wartawan New York Times Jane Perlez, Raymond Bonner dan kontributor Evelyn Rusli, Below a Mountain of Wealth, a River of Waste, 27 Desember 2005
Disunting dan beritakan dalam bahasa Indonesia oleh Rakyat Merdeka dengan judul Menyusuri Sungai Limbah Di Kaki Gunung Emas Freeport secara bersambung pada 16-22 Februari 2006 .
E. Peristiwa yang terjadi di PT.Freeport Indonesia
• 21 Februari 2006, terjadi pengusiran terhadap penduduk setempat yang melakukan pendulangan emas dari sisa-sisa limbah produksi Freeport di Kali Kabur Wanamon. Pengusiran dilakukan oleh aparat gabungan kepolisian dan satpam Freeport. Akibat pengusiran ini terjadi bentrokan dan penembakan. Penduduk sekitar yang mengetahui kejadian itu kemudian menduduki dan menutup jalan utama Freeport di Ridge Camp, di Mile 72-74, selama beberapa hari. Jalan itu merupakan satu-satunya akses ke lokasi pengolahan dan penambangan Grasberg. [4] [5]
• 22 Februari 2006, sekelompok mahasiswa asal Papua beraksi terhadap penembakan di Timika sehari sebelumnya dengan merusak gedung Plasa 89 di Jakarta yang merupakan gedung tempat PT Freeport Indonesia berkantor.
• 23 Februari 2006, masyarakat Papua Barat yang tergabung dalam Solidaritas Tragedi Freeport menggelar unjuk rasa di depan Istana, menuntuk presiden untuk menutup Freeport Indonesia. Aksi yang sama juga dilakukan oleh sekitar 50 mahasiswa asal Papua di Manado.
• 25 Februari 2006, karyawan PT Freeport Indonesia kembali bekerja setelah palang di Mile 74 dibuka.
• 27 Februari 2006, Front Persatuan Perjuangan Rakyat Papua Barat menduduki kantor PT Freeport Indonesia di Plasa 89, Jakarta. Aksi menentang Freeport juga terjadi di Jayapura dan Manado.
• 28 Februari 2006, Demonstran di Plasa 89, Jakarta, bentrok dengan polisi. Aksi ini mengakibatkan 8 orang polisi terluka.
• 1 Maret 2006, demonstrasi selama 3 hari di Plasa 89 berakhir. 8 aktivis LSM yang mendampingi mahasiswa Papua ditangkap dengan tuduhan menyusup ke dalam aksi mahasiswa Papua [6] [7]. Puluhan mahasiswa asal Papua di Makassar berdemonstrasi dan merusak Monumen Pembebasan Irian Barat.
• 3 Maret 2006, masyarakat Papua di Solo berdemonstrasi menentang Freeport.
• 7 Maret 2006, demonstrasi di Mile 28, Timika di dekat bandar udara Moses Kilangin mengakibatkan jadwal penerbangan pesawat terganggu.
• 14 Maret 2006, massa yang membawa anak panah dan tombak menutup checkpoint 28 di Timika. Massa juga mengamuk di depan Hotel Sheraton.
• 15 Maret 2006, Polisi membubarkan massa di Mile 28 dan menangkap delapan orang yang dituduh merusak Hotel Sheraton. Dua orang polisi terkena anak panah.
• 16 Maret 2006, aksi pemblokiran jalan di depan Kampus Universitas Cendrawasih, Abepura, Jayapura, oleh masyarakat dan mahasiswa yang tergabung dalam Parlemen Jalanan dan Front Pepera PB Kota Jayapura, berakhir dengan bentrokan berdarah, menyebabkan 3 orang anggota Brimob dan 1 intelijen TNI tewas dan puluhan luka-luka baik dari pihak mahasiswa dan pihak aparat. [8] [9]
• 17 Maret 2006, Tiga warga Abepura, Papua, terluka akibat terkena peluru pantulan setelah beberapa anggota Brimob menembakkan senjatanya ke udara di depan Kodim Abepura [10]. Beberapa wartawan televisi yang meliput dianiaya dan dirusak alat kerjanya oleh Brimob.
• 22 Maret 2006, satu lagi anggota Brimob meninggal dunia setelah berada dalam kondisi kritis selama enam hari
• 23 Maret 2006, lereng gunung di kawasan pertambangan terbuka PT Freeport Indonesia di Grasberg, longsor dan menimbun sejumlah pekerja. 3 orang meninggal dan puluhan lainnya cedera [11].
• 23 Maret 2006, Kementerian Lingkungan Hidup mempublikasi temuan pemantauan dan penataan kualitas lingkungan di wilayah penambangan PT Freeport Indonesia. Hasilnya, Freeport dinilai tak memenuhi batas air limbah dan telah mencemari air laut dan biota laut.[12] [13]
F. Strategi Operasi PT.Freeport Indonesia terhadap Pengelolaan Lingkungan
Dalam strategi operasi PT.Freport Indonesia termasuk dalam kategori strategi Transnational, Karena Pengurangan biaya Pertimbangan yang di lakukan PT.FREEPORT INDONESIA sangat tinggi dan Lokal tanggap pertimbangan yang ada di PT.Freeport Indonesia juga tinggi. PT.Freeport Indonesia juga menggabungkan pendekatan pasar spesifik multidomestic dan metode produksi standar global. Material yang ada di PT.Freeport Indonesia berupa penghasil terbesar konsentrat tembaga dari bijih mineral yang juga mengandung emas dalam jumlah yang berarti. Bijih diambil dari tambang Grasberg dengan teknik “open pit” dan dari tambang bawah tanah DOZ (Deep Ore Zone) yang menggunakan teknik “block caving”, untuk kemudian dikirim ke pabrik penggilingan melalui jaringan terowongan dan ban berjalan. PT.Freeport Indonesia juga penghasil perak dan limbah terbesar yang meresahkan masyarakat.
Pengelolaan Lingkungan atau pengaruh lingkungan yang di sebabkan PT.Freeport Indonesia yaitu Menurut perhitungan WALHI pada tahun 2001, total limbah batuan yang dihasilkan PT. Freeport Indonesia mencapai 1.4 milyar ton. Masih ditambah lagi, buangan limbah tambang (tailing) ke sungai Ajkwa sebesar 536 juta ton. Total limbah batuan dan tailing PT Freeport mencapai hampir 2 milyar ton lebih. Prediksi buangan tailing dan limbah batuan hasil pengerukan cadangan terbukti hingga 10 tahun ke depan adalah 2.7 milyar ton. Sehingga untuk keseluruhan produksi di wilayah cadangan terbukti, PT FI akan membuang lebih dari 5 milyar ton limbah batuan dan tailing. Untuk menghasilkan 1 gram emas di Grasberg, yang merupakan wilayah paling produktif, dihasilkan kurang lebih 1.73 ton limbah batuan dan 650 kg tailing. Bisa dibayangkan, jika Grasberg mampu menghasilkan 234 kg emas setiap hari, maka akan dihasilkan kurang lebih 15 ribu ton tailing per hari. Jika dihitung dalam waktu satu tahun mencapai lebih dari 55 juta ton tailing dari satu lokasi saja. (www.walhi.or.id, 2006).
Limbah batuan akan disimpan pada ketinggian 4200 m di sekitar Grassberg. Total ketinggian limbah batuan akan mencapai lebih dari 200 meter pada tahun 2025. Sementara limbah tambang secara sengaja dan terbuka akan dibuang ke Sungai Ajkwa yang dengan tegas disebutkan sebagai wilayah penempatan tailing sebelum mengalir ke laut Arafura. (www.walhi.or.id, 2008).
Berdasarkan analisis citra LANDSAT TM tahun 2002 yang dilakukan oleh tim WALHI, limbah tambang (tailing) Freeport tersebar seluas 35,000 ha lebih di DAS Ajkwa. Limbah tambang masih menyebar seluas 85,000 hektar di wilayah muara laut, yang jika keduanya dijumlahkan setara dengan Jabodetabek. Total sebaran tailing bahkan lebih luas dari pada luas area Blok A (Grasberg) yang saat ini sedang berproduksi. Peningkatan produksi selama 5 tahun hingga 250,000 ton bijih perhari dapat diduga memperluas sebaran tailing, baik di sungai maupun muara sungai. (www.walhi.or.id, 2008).
STRATEGI OPERATIONAL COMPANY

1. Operasional Tambang

PT. Freeport Indonesia (PTFI) menerapkan dua teknik penambangan, yaitu :
a.Operasional Tambang Terbuka Gresberg
Tubuh bijih Grasberg ditambang dengan menggunakan cara penambangan terbuka (dekat dengan permukaan). Dengan penambangan terbuka, maka dimungkinkan pengerahan peralatan berat untuk pekerjaan tanah yang sangat besar, yang mampu mencapai tingkat penambangan yang tinggi pada biaya satuan yang paling rendah.
Tambang terbuka Grasberg menggunakan peralatanshove l, truk pengangkut dan sekop listrik besar untuk menambang bahan (bijih atau batuan limbah). Bijih yang didapatkan selanjutnya diangkut dan diproses di pabrik pengolahan (mill). Sedangkan batuan limbah (overburden) akan dibuang ke tempat yang telah ditentukan atau dihancurkan dengan menggunakan sistem OHS (Overburden Handling System / Sistem Penanggulangan Overburden). OHS terdiri dari alat penghancur,conveyor, dan alat penimbun (stacker) untuk menempatkan overburden dari tambang terbuka Grasberg ke daerah-daerah penempatan di Wanagon Bawah.

b.Operasional Tambang Bawah Tanah
Teknik ambrukan (Block caving) merupakan cara dengan biaya rendah untuk melakukan penambangan bawah tanah, di mana blok-blok besar bijih bawah tanah dipotong dari bawah sehingga bijih runtuh akibat gaya beratnya sendiri. Setelah runtuh, bijih yang dihasilkan "ditarik" daridrawpoint (titik tarik) dan diangkut menuju alat penghancur.
Pada block cave DOZ (Deep Ore Zone), alat LHD (loader) meletakkan lumpur ke dalam ore pass yang menuju saluran pelongsor. Selanjutnya saluran tersebut memuat truk-truk angkut AD-55 pada tingkat angkutan untuk mengangkut bijih ke alat penghancur. Dari sana, bijih yang telah dihancurkan dikirim ke pabrik pemroses (mill).
2.Pabrik Pengolahan Bijih
Pabrik Pengolahan Bijih (Mill) menghasilkan konsentrat tembaga dan emas dari bijih yang ditambang dengan memisahkan mineral berharga dari pengotor yang menutupinya. Langkah-langkah utamanya adalah penghancuran, penggilingan, pengapungan, dan pengeringan. Penghancuran dan penggilingan mengubah besaran bijih menjadi ukuran pasir halus guna membebaskan butiran yang mengandung tembaga dan emas untuk proses pemisahan dan untuk menyiapkan ukuran yang sesuai ke proses selanjutnya. Pengapungan (Flotasi) adalah proses pemisahan yang digunakan untuk menghasilkan konsentrat tembaga-emas. Bubur konsentrat (slurry) yang terdiri dari bijih yang sudah halus (hasil gilingan) dan air dicampur dengan reagen dimasukkan ke dalam serangkaian tangki pengaduk yang disebut dengan selflo tasi, di mana penambahan udara dipompa ke dalamslurry tersebut.


3. Operasional Pengeringan dan Pengapalan
Tempat pelabuhan (Portsite) merupakan bagian yang sangat penting dari kegiatan PTFI, untuk menerima bahan-bahan dan perlengkapan yang diperlukan serta mengirimkan konsentrat PTFI dengan kapal. Kegiatab yang terdapat dalam operasional ini:
a.Pengeringan dan Penyimpanan Konsentrat
Bubur (Slurry) konsentrat dikeringkan melalui 3 unit pengeringan. Konsentrat kering dengan kandungan air sekitar 9% disimpan di dalam gudang konsentrat yang berkapasitas total sekitar 135.000 ton metrik. Ruang penyimpanan tambahan tersedia padapads di samping pabrik pengering.
b. Pengapalan Konsentrat
Konsentrat dari gudang dimuat ke kapal dengan menggunakan ban berjalan (conveyor). Kapal konsentrat dimuat sebagian pada dermaga 'concentrate jetty' dan selanjutnya kapal berlabuh di lepas pantai A (Sea Buoy) untuk menyelesaikan sisa pemuatan dengan menggunakanbarge konsentrat PTFI. Setiap tahun PTFI mengapalkan konsentrat lebih dari 100 kapal.

1 komentar:

  1. makasih mbak rahma artikelnya,, bantu buat tugasku bisnis international hehe,
    mampir" ke website ku juga ya mbak,
    www.aqiqahladida.com

    BalasHapus